Cerita Smaradahana menceritakan terbakarnya Sanghyang Smara dan Dewi Ratih, oleh sinar mata ketiga dari Bhaþþara Úiwa, karena berani menggoda beliau pada saat Bhaþþara Úiwa sedang bersemàdhi. Diceritakanlah bahwa sorga sedang diserang oleh rakûasa. Nìla Rudraka. Seorang rakûasa yang amat úakti yang ingin menguasai sorga. Para dewa semua kalah tidak ada yang sanggup melawannya.
Akhirnya para dewa datang kepada
Bhagawan Wåhaspati untuk menanyakan dan meramalkan siapa yang sanggup
mengalahkan rakûasa tersebut. Hasil ramalan akhirnya rakûasa Nìla Rudraka hanya
akan bisa dikalahkan oleh putranya Bhaþþara Úiwa, tetapi haruslah seorang putra
Úiwa yang berkepala Gajah. Ternyata pada saat itu Bhaþþara Úiwa belum berputra
dan di samping itu beliau sedang dalam keadaan bertapa.
Yang tidak ada
seorangpun berani untuk mengganggunya. Namun oleh karena keadaan mendesak, maka
para dewa memutuskan bahwa akan membangunkan Bhaþþara Úiwa dan Dewa yang
ditugaskan adalah Dewa Smara atau Dewa Kàma. Tugas tersebut walaupun penuh
resiko, namun dilaksanakan juga oleh Dewa Smara demi kepentingan semua dewa
yang ada di sorga yang sedang terancam.
Demikianlah Dewa Smara dengan
diantarkan oleh para dewa menuju Gunung Kailàsa, Tempat Bhaþþara Úiwa bertapa
dan setelah sampai di tempat maka Dewa Smarapun lalu melepaskan panahnya
mengenai Bhaþþara Úiwa. Oleh karena panah yang dilepaskan itu adalah panah
asmara, maka seketikalah Bhaþþara Úiwa yang sedang bersamàdhi itu tergoyah
hatinya, tiba-tiba rindu dengan Dewi Umà, serta beliaupun lalu membuka mata,
apa yang dilihat?
Ternyata di hadapan beliau dilihat Dewa Smara yang masih
memegang busur panah diantar oleh para dewa, dan sadarlah Bhaþþara Úiwa, bahwa
bangunnya beliau dari samàdhi ini tidak lain karena panahnya Dewa Smara, maka
seketika timbullah marah beliau dan keluarlah mata ketiga yang terletak di
tengah-tengah kening beliau berupa api yang menyorot dan membakar Dewa Smara.
Dewa-dewa pun semua datang dan mohon ampun kepada Bhaþþara Úiwa agar Dewa Smara
dihidupkan kembali karena kesalahan tersebut bukanlah kesalahan Dewa Smara
melainkan kesalahan para Dewa yang minta bantuan Dewa Smara untuk menghentikan
Samàdhi beliau karena ada rakûasa úakti yaitu Nìla Rudraka sedang mengancam
sorga.
Permohonan para dewa untuk menghidupkan Dewa Smara tidak dikabulkan.
Tidak berapa lama kemudian, datanglah Dewi Ratih, istri dari Dewa Smara, sambil
menangis memegang kaki Bhaþþara Úiwa, serta memohon agar suaminya dihidupkan
lagi, namun Bhaþþara Úiwapun tidak mengabulkannya juga. Oleh karena itu sebagai
tanda kesetiaan maka dewi Ratihpun memohon agar dirinya juga dibakar juga,
karena ingin memiliki nasib yang sama dengan suaminya, sebagai tanda
kesetiaannya, permohonan itu dikabulkan oleh Bhaþþara Úiwa, sehingga untuk
kedua kalinya keluarlah api yang membakar hangus Dewi Ratih dari sela-sela
keningnya.
Diceritakan selanjutnya bahwa Bhaþþara Úiwa yang telah terkena panah
asmara sangat rindu dengan Dewi Umà, dari hasil pertemuan itu Dewi Umà
mengandung. Pada suatu saat Dewi Umà dan Bhaþþara Úiwa berjalan-jalan di puncak
gunung Kailàsa maka dijumpailah oleh dewi Umà onggokan abu dan Dewi Umà pun
bertanya menanyakan abu apa sebenarnya itu? Bhaþþara Úiwa lalu menjelaskan
cerita bagaimana terjadinya abu itu tidak lain adalah dari bekas abu jasad dari
Dewa Smara dan Dewi Ratih.
Setelah mendengar cerita Bhaþþara
Úiwa, maka Dewi Umàpun memohon kepada Bhaþþara Úiwa agar kedua dewa tersebut
dihidupkan lagi, karena kedua dewa itu bermaksud baik disamping itu juga karena
panah asmara Dewa Smara membuat mempertemukan Bhaþþara Úiwa dan Dewi Umà, atas
permohonan Dewi Umà maka Bhaþþara Úiwa pun mengabulkan tetapi dengan catatan
bahwa Dewa Smara dan Dewi Ratih tidak bisa dihidupkan di dunia sorga.
Oleh karena itu ditaburkanlah oleh Bhaþþara
Úiwa dan Dewi Umà bersama-sama abu Dewa Smara dan Dewi Ratih itu ke dunia.
Dengan perintah agar jiwa Dewa Smara dan Dewi Ratih hidup di dunia dan memasuki
lubuk hati setiap insan sehingga timbullah rasa saling cinta. Diceritakan Jiwa
Dewi Ratih dan abunya memasuki lubuk hati setiap insan yang berbentuk wanita
atau betina, sedangkan Dewa Smara memasuki jiwa pria atau jantan. Demikianlah
cerita Asal Usul Benih CINTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar